Artikel


Reset
Megawati Soekarnoputri dan Pemilihan Presiden 2004 Artikel
Megawati Soekarnoputri dan Pemilihan Presiden 2004

Setelah memasuki era Reformasi, untuk pertama kalinya Pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2004. Pilpres 2004 diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden periode 2004 sampai 2009. Pemilu Presiden pertama berlandaskan pada UU no 23 Tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai penyelenggara pemilu, dibentuk Lembaga independent dan mandiri Bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara presiden menjadi penanggung jawab pelaksanaan pemilu. Untuk mencegah tertundanya pelaksanaan pemilu, Presiden Megawati Soekarnoputri mengusulkan pembentukan KPU di daerah-daerah. Lembaga ini dinamai Perwakilan Sekretariat KPU dan didirikan di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Tugas Lembaga tersebut adalah mempersiapkan administrasi pelaksanaan pemilu sembari menunggu pembahasan empat undang-undang, yakni UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pada masa kampanye Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri memainkan peran yang penting dalam upaya untuk mempertahankan posisi presiden. Sebagai petahana, Megawati menggunakan pengalaman dan popularitasnya untuk memperkuat kampanyenya dan memperjuangkan visi dan program-programnya kepada masyarakat. Megawati yang merupakan putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, saat itu memperebutkan kursi presiden dengan calon lainnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu Megawati berpasangan dengan Hasyim Muzadi.

Pertarungan dalam Pilpres 2004 ini sangat ketat dan menarik perhatian publik. Megawati yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden, menghadapi kritik atas kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara. Namun, di sisi lain, ia juga mendapatkan dukungan dari sebagian besar partai politik dan pendukungnya. Selama kampanye, Megawati didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai politik yang ia pimpin. Partai ini memberikan dukungan yang kuat dalam upaya memenangkan kembali posisi presiden bagi Megawati. Kemudian di tengah sorotan publik yang mengkritik kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara, Megawati juga menyoroti prestasi dan pencapaian yang telah diraih selama kepemimpinannya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan keutuhan bangsa Indonesia di tengah tantangan dan persaingan politik yang semakin ketat. Selama proses dan hasil Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri tetap dihormati sebagai tokoh politik yang berpengaruh dan memiliki peran penting dalam dinamika politik Indonesia.

Pemilihan presiden tahun 2004 selanjutnya diselenggarakan dalam dua putaran. Putaran pertama diikuti oleh lima pasangan calon presiden dan wakil presiden. Total pemilih terdaftar yaitu sebanyak 153.320.544 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 122.293.844 orang atau 79,76 persen menggunakan hak pilihnya. Sementara lebih dari 20 persen lainnya memilih golongan putih atau golput.

Dari total jumlah suara, sebanyak 97,84 persen atau 119.656.868 suara dinyatakan sah. Pasangan nomor urut 1, Wiranto dan Salahuddin Wahid mendapatkan suara sebanyak 26.286.788 atau 22,15 persen. Pasangan nomor urut 2, Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dengan suara 31.569.104 atau 26,61 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 3, Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo mendapatkan suara 17.392.931 atau 14,66 persen. Pasangan nomor urut 4, Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla dengan suara sebanyak 39.838.184 atau 33,57 persen. Sementara pasangan nomor urut 5, Hamzah Haz dan Agum Gumelar mendapatkan suara sebanyak 3.569.861 atau 3,01 persen.

Putara kedua pemilihan presiden 2004 diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dengan mempertemukan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dari total jumlah suara, sebanyak 114.257.054 suara atau 97,94 persen dinyatakan sah. Rincia pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi memperoleh dukungan sebanyak 44.990.704 suara atau 39,38 persen. Sedangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla mendapatkan suara sebanyak 69.266.350 atau 60,62 persen. Berdasarkan hasil perolehan suara tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla akhirnya keluar sebagai pemenang.

Meskipun tidak berhasil mempertahankan jabatan presiden, Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan menjadi sosok yang dihormati dalam berbagai forum politik dan sosial di tanah air. Pilpres 2004 menunjukkan bahwa meskipun Megawati kalah dalam pertarungan politik, namun ia tetap merupakan tokoh yang berpengaruh dan memiliki basis dukungan yang kuat di Indonesia. Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia dan memegang peran penting dalam partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dengan pengalaman yang dimilikinya, Megawati terus berjuang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Sebagai salah satu figur politik wanita terkemuka di Indonesia, Megawati Soekarnoputri terus memberikan kontribusi yang berarti dalam membangun negara dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Meskipun pada akhirnya Megawati kalah dalam Pilpres 2004 dan harus menyerahkan kekuasaan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, namun ia tetap memberikan pernyataan yang bijak dan bersikap sebagai pemimpin yang menerima hasil dengan lapang dada dan tetap memberikan dukungan untuk kelancaran pemerintahan yang baru. Sikap ini dinilai menunjukkan kedewasaan politik dan sikap yang menghormati demokrasi.

 

Referensi:

Pour, Julis, dkk. 2014. Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/930/melihat-kembali-pemilihan-umum-presiden-pilpres-pertama-di-indonesia

https://news.detik.com/berita/d-4514180/singgung-pilpres-2004-2009-megawati-waktu-kalah-saya-nggak-ribut

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/04/06050031/pilpres-2004–pertama-dalam-sejarah-pemilihan-presiden-digelar-langsung-?page=all

 

Penulis: Ezano Fernando Triantaka

Selengkapnya
SD INPRES: TOREHAN PRESTASI BAPAK PEMBANGUNAN Artikel
SD INPRES: TOREHAN PRESTASI BAPAK PEMBANGUNAN

Masa kepemimpinan Presiden Indonesia kedua, Soeharto dikenal pula dengan pemerintahan Orde Baru. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam berbagai bidang menuntut pemerintah melaksankan perbaikan terutama dalam bidang politik dan ekonomi Dimana pendidikan memegang peranan yang sangat penting sebagai sarana penunjangnya. Salah satu misi utama Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan Pembangunan yang sistematis dan terencana ialah melaksanakan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Awal masa Orde Baru, aspek pendukung pendidikan dasar sangatlah kurang, maka sejak lahirnya pemerintah Orde Baru, Pembangunan sektor pendidikan menjadi salah satu perhatian utama. Kebijakan pemerintah Orde Baru untuk mewujudkan cita-cita bangsa tersebut salah satunya adalah program Wajib Belajar, Program tersebut mewajibkan setiap anak yang berumur 8 tahun memperoleh pendidikan dasar, sehingga Presiden Soeharto mengeluarkan Intruksi Presiden tentang Pembangunan Sekolah Dasar.

Pembangunan SD Inpres mulai dibangun setelah dikeluarkannya Intruksi Presiden tahun 1973, yang merupakan kebijakan dua tahun sekali. Pendidikan dasar menjadi salah satu pondasi yang sangat penting bagi manusia, semua aspek pendukung pendidikan harus ada, agar menjadikan negara yang maju di masa yang akan datang. Namun di awal masa pemerintahan Orde Baru, semua aspek pendukung tersebut sulit terwujud, karena masih banyak anak-anak usia sekolah (7-12 tahun) yang tidak sempat menikmati pendidikan, dan banyak juga anak-anak yang meninggalkan sekolah sebelum waktunya karena berbagai alasan.

Presiden Soeharto sebagai pemimpin pemerintahan pada masa itu menuangkan pokok-pokok pikiran beliau tentang pendidikan dalam pidato-pidato yang disampaikan pada berbagai kesempatan. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut ini kemudian tercetuslah pemikiran untuk membangun Sekolah-sekolah dasar dan memperbaiki seluruh Gedung-gedung sekolah yang sudah rusak. Hal itu mendasari dikeluarkannya Intruksi Presiden (Inpres) No. 10 Tahun 1973 tentang program bantuan pembangunan Sekolah Dasar dalam beberapa tahap untuk Pembangunan 6.000 unit gedung Sekolah Dasar.

Perkembangan selanjutnya, melalui Inpres No 6 tahun 1975 pada tanggal 10 April 1975 terdapat penambahan bantuan baik sarana maupun jumlah yang dibangun menjadi 10.000 unit. Pemerintah mengeluarkan program-program pendukung kebijakan SD Inpres, diantaranya adalah pembuatan kurikulum pendidikan, sistem pendidikan, penataran dan penempatan guru, penambahan buku-buku Pelajaran, penambahan alat-alat peraga untuk menunjang pembelajaran dan Pembangunan sarana prasarana lainnya.

Setelah berjalan sekitar satu dekade/10 tahun, kebijakan Pembangunan SD Inpres ini mengalami kritik dan kontroversi terkait dengan pembiayaan dan kualitas pendidikan, namun kehadirannya tetap berdampak pada peningkatan jumlah anak Sekolah Dasar pada tiap tahunnya dan semakin banyaknya gedung-gedung Sekolah Dasar khususnya di desa-desa terpencil walaupun pembangunannya belum merata ke seluruh pelosok-pelosok desa di Indonesia, Namun demikian program bantuan Pembangunan SD Inpres tersebut, tetap menjadi torehan prestasi Presiden Soeharto sebagai seorang pemimpin negara Indonesia dan juga menjadi simbol kemajuan pendidikan pada masa itu. Selain itu, Pembangunan SD Inpres juga turut mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Atas keberhasilan program ini, pada tanggal 19 Juni 1993 UNESCO memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Presiden Soeharto berupa piagam The Avicenna yang diambil dari nama seorang tokoh ilmu pengetahuan dari Timur Tengah pada abad X, Ibnu Sina. Beliau adalah seorang filosof dan ilmuan bidang kedokteran yang Namanya diabadikan menjadi simbol penghargaan di bidang pendidikan dan etik dalam sains.

 

Referensi:

Panji Hidayat; Perkembangan SD Inpres pada Masa Orde Baru Tahun 1973 – 1983. Journal student Universitas Negeri Yogyakarta

Dwipayana G & Nazarudin Sjamsuddin. (2003). Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973- 23 Maret 1978. Jakarta. PT. Citra Kharisma Bunda

 

Penulis: Ezano Fernando Triantaka

Selengkapnya
Ganefo, Perjuangan Meningkatkan Martabat Bangsa Melalui Olahraga Artikel
Ganefo, Perjuangan Meningkatkan Martabat Bangsa Melalui Olahraga

Situasi   dunia   saat   berlangsungnya   Perang   Dingin  membuat Presiden Sukarno  menyatakan  bahwa  dunia  tidak terbagi  dalam  Blok  Barat  dan  Blok  Timur,  tetapi terbagi  menjadi  2  Blok  yaitu  New Emerging Forces (Nefo)  dan  Old Established Forces (Oldefo). Negara  maju memegang   dominasi   atas  negara   berkembang   di segala  aspek  kehidupan dalam  konteks  internasional. Presiden Sukarno ingin mengubah tatanan dunia seperti  ini,  dengan  mengemukakan  konsepsi baru  yang selaras  dengan  kebijakan  politik luar negeri Indonesia yaitu untuk melawan imperialisme-kolonialisme dengan segala bentuk dan manifestasinya dengan  menggunakan konfrontasi.

Kebijakan konfrontasi Presiden Sukarno, selain dalam masalah  politik juga    dilakukan  dalam   bidang olahraga,  yaitu  pelaksanaan Games Of The New Emerging  Forcesatau (Ganefo), karena  bersitegang dengan International Olympic Comitte (IOC). Ganefo adalah  tinta  emas  yang  pernah  ditorehkan  Indonesia dalam kompetisi  olahraga  berskala  internasional  yang  pernah diselenggarakan  Indonesia dan  menjadi  kebanggaan saat  pemerintahan  Presiden Sukarno pada tahun  1963. Presiden Sukarno  dengan semangat  nasionalisme  berani  menentang  hegemoni barat melalui arena olahraga dan mampu mengangkat nama Indonesia dalam percaturan politik internasional.

Indonesia memandang olahraga telah menjadi lahan imperialisme bagi negara maju, khususnya dunia barat, dengan menggunakan IOC sebagai alat imperialisnya. Intervensi dunia barat terhadap pelaksanaan beberapa kegiatan olahraga seperti Olimpiade dan Asian Games. Skorsing IOC yang mengakibatkan Indonesia tidak dapat berpartisipasi dalam Olimpiade karena alasan yang tidak wajar membuat Indonesia berusaha untuk mencari solusi agar prinsip yang dipegang teguh Indonesia selalu dapat diperjuangkan salah satunya dengan menyelenggarakan Ganefo. Yang diharapkan mampu mengangkat nama Indonesia dan membuka mata dunia internasional, jika Indonesia adalah salah satu kekuatan baru di Benua Asia, di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno.

Ganefo  adalah  salah  satu  peristiwa  sejarah  yang  diharapkan  mampu  menumbuhkan  kembali  rasa nasionalisme  dan  kebanggaan  para  generasi  penerus  bangsa  untuk  melanjutkan  api  semangat  yang  telah dikobarkan Soekarno. Bagi  Soekarno  Ganefo  adalah  pijakan  awal  untuk menggalang  kekuatan  negara-negara  yang  tergabung  dalam  Nefo  karena  Indonesia  berhasil  mendapatkan perhatian  dunia  dan  menjadi  negara  yang  patut  diperhitungkan  eksistensinya.  Indonesia  dijadikan  simbol  bagi perlawanan  terhadap  imperialisme  dan  membuktikan  dalam  situasi  keterbatasan  mampu  menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional  dengan kesungguhan dan tekad untuk  melakukan sesuatu  yang bagi sebagian orang mustahil dilakukan, sesuai dengan semboyan Ganefo“On Ward! No Retreat.

Ganefo juga merupakan  wujud  kebijakan  luar negeri yang mampu membangkitkan reaksi nasionalis bangsa  Indonesia  untuk  mengubah  peranan  Indonesia dalam  dunia  internasional  sebagai  pemimpin  negara baru  berkembang.  Momentum skorsing IOC dimanfaatkan   oleh  Presiden Sukarno   sebagai   alat    pemersatu    rakyat Indonesia untuk melawan  bentuk  imperialisme  di  bidang olahraga   dan   mewujudkan   konsepsi   politik   luar negerinya, karena hal itu dianggap  sebagai  salah  satu  bentuk  isolasi terhadap   Indonesia   dalam   bidang   olahraga   yang bertujuan   untuk   menghambat   eksistensi   Indonesia dalam pergaulan dunia internasional,

Pelaksanaan pesta olahraga seperti Ganefo, walaupun hanya dilaksanakan dua kali pada tahun 1963 dan 1966 namun dapat digunakan untuk menggali nilai-nilai peruangan, salah satunya jiwa nasionalisme bangsa yang lebih dikenal dengan sebutan Nation Character Building. Olahraga juga dapat digunakan sebagai upaya pembentukan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia, karena mampu menanamkan sikap keberanian, kepercayaan diri, semangat berjuang memperoleh kemenangan, penghargaan kepada lawan, rasa tanggung jawab, gotong royong, harga diri, dan optimisme.

 

Sumber:

Kurniawan, B., & Alrianingrum, S. (2013). Gaenfo Sebagai Wahana Dalam Mewujudkan Konsepsi Politik Luar Negeri Soekarno 1963-1967. Avatara. 1(2). 188-197

Susilo, W. (2021, 2 Agustus). Ganefo Mengganyang Olimpiade. Diakses pada tanggal 7 Juni 2024. https://historia.id/olahraga/articles/ganefo-mengganyang-olimpiade-DwrMA

 

Penulis: Enik Suryani Saptorini

Selengkapnya
BJ Habibie dan Perkembangan Industri Kereta Api Indonesia Artikel
BJ Habibie dan Perkembangan Industri Kereta Api Indonesia

Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie adalah presiden ketiga Republik Indonesia yang memiliki latar belakang sebagai seorang teknokrat. BJ Habibie menempuh pendidikan tinggi di Universitas RWTH Aachen, Jerman Barat, pada tahun 1955. Di universitas tersebut, BJ Habibie mendalami teknik penerbangan dengan penjurusan konstruksi pesawat terbang. Setelah lulus, BJ Habibie juga sempat berkarier di Jerman dengan bekerja di perusahaan kereta api Jerman, Waggonfabrik Talbot, pada 1962. Tidak hanya itu, BJ Habibie juga pernah bekerja di perusahaan manufaktur penerbangan Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) di Hamburg. Selama bekerja di Perusahaan tersebut, BJ Habibie mengembangkan sejumlah teori thermodinamik, konstruksi, dan aerodinamik yang dikenal dengan sebutan Teori Habibie, Habibie Factor, atau Metode Habibie, sehingga beliau mendapat julukan MR. CRACK.

Setelah berkarir di Jerman, BJ Habibie kembali ke Indonesia dan terlibat secara aktif dalam pengembangan industri dan teknologi nasional. Salah satu industri yang dikembangkan oleh BJ Habibie adalah industri transportasi kereta api. Pengembangan industri perkeretaapian nasional diwujudkan dengan pembangunan industri kereta api, yaitu PT Industri Kereta Api (PT INKA) sebagai badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang produksi sarana perkeretaapian pada tahun 1981. Melalui PT Inka, BJ Habibie ingin menghentikan ketergantungan Indonesia terhadap produk kereta api luar negeri. Dengan perkembangannya yang begitu pesat, PT INKA selanjutnya dapat mengekspor kereta api ke sejumlah negara seperti Bangladesh, Filipina, Sri Lanka, dan beberapa negara di Afrika.

Pemikiran cerdas BJ Habibie pada saat itu mewajibkan setiap pembelian kereta api harus dirakit di Indonesia dengan tujuan agar bisa terjadi transfer ilmu pengetahuan di bidang perkeretaapian. Suatu hal yang membanggakan dan harusnya menjadi perhatian pemerintah untuk terus mendukung kinerja PT. Inka sebagai perusahaan milik negara yang dapat menghasilkan profit guna menambah devisa negara. Perkembangan selanjutnya PT. INKA juga mulai merakit Kereta Rel Listrik (KRL) pada tahun 1987, memproduksinya pada tahun 1994 dan diluncurkan pada tahun 2001. Akhirnya pada tahun 2019 perusahaan ini juga berhasil menyelesaikan produksi rangkaian Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek.

Peranan BJ Habibie yang besar dalam pengembangan infrastruktur, industri, dan pariwisata kereta api di Indonesia, menunjukkan betapa pentingnya peran seorang pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan dan komitmen untuk mewujudkan kemajuan bangsa. Semoga inspirasi dan dedikasi beliau dalam bidang transportasi ini dapat terus menginspirasi generasi penerus untuk terus mengembangkan industri kereta api di Indonesia.

 

SUMBER :

Buku Mr. Crack dari Parepare/ A. Makmur Makka, Muh. Iqbal Santosa-Jakarta; Republika Penerbit, 2018

https://jatim.solopos.com/jejak-karya-bj-habibie-di-perusahaan-kereta-api-negara-1018211/amp

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190913143240-106-430282/warga-kehormatan-jerman-dan-prestasi-habibie-di-kancah-dunia

https://bisnis.tempo.co/read/1246726/bj-habibie-berpulang-menhub-kenang-jasa-bangun-pt-inka

 

Penulis: Ezano Fernando Triantaka

Selengkapnya
Libur Ramadan Satu Bulan Penuh Era Gus Dur Artikel
Libur Ramadan Satu Bulan Penuh Era Gus Dur

Abdurahman Wahid atau Gus Dur dikenal sebagai tokoh muslim yang toleran, moderat, dan memiliki pemahaman agama yang luas. Pada tahun1999, Gus Dur resmi menduduki kursi jabatan presiden Republik Indonesia ke – 4 menggantikan Presiden B.J. Habibie. Salah satu momen yang dikenang dalam sejarah kepresidenan Gus Dur adalah libur Ramadan selama 1 bulan penuh. Gus Dur tidak hanya sekedar meliburkan sekolah begitu saja, melainkan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengimbau sekolah-sekolah untuk membuat kegiatan pesantren kilat pada tahun 1999. Keputusan untuk memberikan libur Ramadan selama 1 bulan penuh ini merupakan kebijakan yang sangat memperhatikan dan memberikan kesempatan bagi anak-anak sekolah agar lebih fokus dalam belajar agama Islam.

Sebelum masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), kebijakan libur puasa telah diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Hindia Belanda meliburkan sekolah binaan mereka dari tingkat dasar (HIS) sampai tingkat menengah keatas (HBS dan AMS). Selanjutnya pada masa Pemerintaha Presiden Soekarno, pemerintah menjadwalkan ulang sekaligus menghentikan sementara kegiatan-kegiatan resmi dan non-resmi untuk memberikan kesempatan kepada umat Muslim untuk menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk.

Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatur batasan hari libur puasa menjadi beberapa hari saja. Hal tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya Majelis Ulama Indonesia. Namun, Daoed Joesoef (Menteri P dan K) pada saat itu beranggapan bahwa pelaksanaan hari libur secara penuh seperti yang dilakukan oleh pemerintah kolonial hanya merupakan kebijakan pembodohan. Daoed Joesoef pun selanjutnya mengeluarkan Surat Keputusan P dan K No. 0211/U/1978 Surat Keputusan tersebut secara garis besar menghimbau masyarakat untuk tetap mengisi kegiatan waktu libur.

Waktu libur sekolah sebagai bagian integral dari strategi dan kegiatan Pendidikan secara menyeluruh berfungsi; sebagai waktu jeda sesudah satu periode belajar disekolah guna memulihkan tenaga jasmani dan Rohani dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi periode belajar berikutnya  sebagai waktu jeda yang dapat digunakan oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk mengikuti program penataran.  Selain itu juga untuk menghormati hari besar tertentu bagi pembinaan jiwa social, budaya, agama, seni, pengetahuan dan laiu-lain. Serta dapat dimanfaatkan sebagai pembinaaan mental fisik dan pembinaan rekreasi. Dan konsentrasi Pendidikan dari sekolah ke Pendidikan pada keluarga dan masyarakat.

Pentapan kembali sekolah libur 1 bulan penuh di bulan Ramadan menjadi momentum bersejarah yang dikenang oleh banyak orang sebagai salah satu bentuk perhatian dan kepedulian Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) terhadap umat muslim. Semoga semangat toleransi, keadilan, dan kepedulian yang beliau miliki terus menginspirasi kita semua untuk menjaga persatuan dan kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Referensi:

https://historia.id/agama/articles/libur-puasa-anak-sekolah-zaman-belanda-DnwKa/page/1

https://historia.id/agama/articles/alasan-libur-puasa-anak-sekolah-ditiadakan-vgLo0/page/3

https://peradaban.id/gus-dur-dan-kebijakan-libur-selama-bulan-ramadan/

https://serayunews.com/kebijakan-libur-sekolah-ramadan-sejak-zaman-kolonial

Penulis: Ezano Fernando Triantaka

Selengkapnya
Presiden Soeharto: Membangun Bangsa dan Warisan Budaya Musik Artikel
Presiden Soeharto: Membangun Bangsa dan Warisan Budaya Musik

Masa kepemimpinan Presiden Soeharto diwarnai pula oleh pembangunan pada segi budaya serta pelestarian warisan budaya Indonesia, khususnya musik. Musik-musik tradisional Indonesia sering kali memeriahkan berbagai acara kenegaraan. Kecintaan Presiden Soeharto pada gamelan bahkan berdampak signifikan pada perkembangan musik gamelan. Setiap lini institusi pemerintahan kala itu serentak menambahkan kegiatan bermusik berbagai musik daerah di Indonesia.

Selain gamelan, Presiden Soeharto juga menggemari keroncong. Waldjinah sering kali diundang ke Istana Negara untuk memeriahkan berbagai acara negara maupun acara keluarga Presiden Soeharto. Beliau bersama Ibu Negara Tien Soeharto juga giat mendatangi acara-acara musik tradisional. Di beberapa kesempatan, Presiden Soeharto dan Ibu Tien juga menyatakan kecintaan mereka pada musik sasando dari Nusa Tenggara Timur.

Sosok Presiden Soeharto sebagai presiden juga menjadi inspirasi bagi para musisi untuk menciptakan lagu. Hal ini dapat terlihat dari lagu “Bapak Kami Soeharto” yang dinyanyikan oleh Titiek Puspa dan juga “Bapak Pembangunan” oleh Tuti Kanta.

Beberapa musik favorit Presiden Soeharto dan lagu yang terinspirasi oleh Presiden Soeharto:

  • Waldjinah – Ditinggal Kekasih (Lagu ini bercerita tentang kisah sedih seorang perempuan yang ditinggal pergi kekasih hatinya)
  • Waldjinah – Waldjinah – Walang Kekek
  • Lilis Suryani – Gang Kelinci
  • Tuti Kanta – Bapak Pembangunan (Lagu yang terinspirasi oleh sosok Presiden Soeharto, Lagu ini bercerita mengenai banyak peran Presiden Soeharto dalam membangun Indonesia)
  • Titiek Puspa – Bapak Kami Soeharto (Lagu yang diciptakan oleh Titiek Puspa secara khusus untuk Presiden Soeharto. Lagu ini bercerita mengenai banyak peran Presiden Soeharto dalam membangun Indonesia).

 

Penulis:  Ignatius Aditya Adhiyatmaka

Sumber foto: Museum Purna Bakti Pertiwi

Selengkapnya
Presiden Sukarno: Sang Pembimbing Musik Bangsa Artikel
Presiden Sukarno: Sang Pembimbing Musik Bangsa

Kecintaan Presiden Sukarno pada musik Indonesia dimulai sejak kecil, ketika beliau sangat menggemari serangkaian gending gamelan Jawa yang dikenal dengan nama Palaran. Sebuah gending yang biasa digunakan untuk mengiringi pergelaran wayang. Kegemaran Presiden Sukarno mendengarkan musik berlanjut hingga ia menginjak usia dewasa. Musik keroncong menjadi teman setia beliau selama diasingkan di Bengkulu oleh Belanda dari tahun 1938 hingga 1942.

Pada saat menjabat sebagai Kepala Negara, Presiden Sukarno juga menaruh perhatian yang besar pada ranah musik di Indonesia. Dengan tujuan melindungi eksistensi budaya bangsa dari derasnya arus budaya Barat, Presiden Sukarno menawarkan musik lenso sebagai alternatif musik dansa bagi kaum muda kala itu. Tidak hanya itu, Presiden Sukarno juga giat menggali budaya musik lokal Indonesia dengan tujuannya mempopulerkannya kembali. Seperti yang dapat dilihat pada saat beliau menggali lagu-lagu keroncong hingga dirilis dalam format album piringan hitam oleh Lokananta. Langkah yang diambil oleh Presiden Sukarno tersebut membuat banyak musisi Indonesia berinisiatif mempopulerkan lagu-lagu tradisi dari berbagai wilayah di Indonesia.

Sosok Presiden Sukarno sebagai presiden juga menjadi sumber inspirasi banyak musisi di Indonesia. Beberapa lagu bahkan diciptakan dan dinyanyikan khusus sebagai bentuk sanjungan dan juga dukungan pada Presiden Sukarno. Selain itu, berbagai manuver dan strategi politik Presiden Sukarno juga menjadi inspirasi bagi para musisi Indonesia kala itu untuk menulis lirik dan lagu hingga mempublikasikannya dalam bentuk rekaman.

Lagu favorit Presiden Sukarno antara lain “Gordon Tobing – Sing Sing So” (lagu tradisional dari Sumatera Utara), Bing Slamet, Nien, Rita Zaharah & Titiek Puspa – Bersuka Ria (lagu berirama lenso ini merupakan lagu ciptaan Presiden Sukarno sendiri dengan lirik yang menceritakan keadaan serta sikap politik Indonesia di paruh awal tahun 1960-an), Lilis Suryani – Mari Berlenso (lagu berirama lenso yang sempat menjadi populer di paruh awal tahun 1960-an. Lagu ini diciptakan Oleh Mochtar Embut dan M. Mualim), Lilis Suryani – Untuk PJM Presiden Sukarno (satu lagu yang terinspirasi oleh sosok Presiden Sukarno. Lagu ini juga menjelaskan mengenai ideologi politik yang dijalankan oleh Indonesia waktu dipimpin oleh Presiden Sukarno), Oslan Husein – Tahu Tempe (Lagu ini menceritakan tentang kesederhanaan menu makanan yang digemari rakyat Indonesia, yaitu tahu dan tempe. Terinspirasi dengan politik ketahanan pangan yang dijalankan oleh Presiden Sukarno kala itu, lagu ini juga berisi nasehat untuk menjalani hidup sederhana dengan mengonsumsi menu makanan sederhana), Aisjah – Krontjong Melati (Salah satu lagu hasil dari galian musik keroncong yang dilakukan oleh Presiden Sukarno), dan Karawitan Kawiraras – Pangkur Palaran (Salah satu gending gamelan Jawa favorit Presiden Sukarno. Gending ini biasanya digunakan untuk mengiringi wayang kulit).

 

Penulis: Ignatius Aditya Adhiyatmaka

Sumber Foto: Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan – ANRI

Selengkapnya
Nasionalisme Presiden Sukarno dan Sepak Bola Indonesia Artikel
Nasionalisme Presiden Sukarno dan Sepak Bola Indonesia

Sepak bola adalah salah satu olahraga yang memiliki daya tarik global. Setiap pertandingan yang tersaji dalam bentuk kompetisi menampilkan obsesi sekaligus emosi untuk tujuan yang saling berkelindan, prestasi dan eksistensi. Sebagai olahraga global, sepak bola banyak menarik perhatian tokoh-tokoh pergerakan nasional. Sepak bola juga dijadikan sebagai media perjuangan dalam menentang hegemoni kolonial. Organisasi sepak bola untuk kalangan bumiputera pertama yang berdiri adalah PSSI. PSSI berdiri pada tanggal 29 April 1930 di Yogyakarta dengan ketua pertamanya adalah Ir. Suratin.

Memasuki periode awal kemerdekaan, sepak bola mendapat perhatian serius dari pemerintah saat itu. Presiden Soekarno memandang bahwa olahragawan adalah wakil-wakil bangsa dan negara dalam ajang pertandingan dan perlombaan. Presiden Soekarno selanjutnya menjadikan sepak bola sebagai salah satu media membentuk karakter bangsa dalam proses national building serta “menggelar” Indonesia dalam kancah internasional.

Bentuk perhatian serius Presiden Soekarno terhadap sepak bola Indonesia terlihat dari pembangunan infrastruktur olahraga serta capaian prestasi tim sepak bola Indonesia pada saat pemerintahaannya. Kiprah tim sepak bola Indonesia dalam kancah internasional dimulai pada perhelatan Asian Games I di New Delhi, India tahun 1950. Pada kompetisi tersebut, tim sepak bola Indonesia mengirim 18 pemain yang dipimpin oleh pelatih asal Singapura, Choo Seng Quee.

Perjalanan tim sepak bola Indonesia pada perhelatan Asian Games I harus terhenti pada babak pertama turnamen. Tim sepak bola Indonesia harus mengakui keunggulan tim tuan rumah (India) dengan skor tiga gol tanpa balas. Pada tahun 1954, tepatnya pada saat perhelatan Asian Games II di Manila, tim sepak bola Indonesia dipimpin oleh pelatih asal Yugoslavia yakni Tony Pogacnik. Timnas pada saat itu mempu menembus babak semifinal namun harus kandas dalam pertandingan melawan Taiwan dengan skor 2-4. Dalam perebutan juara 3, timnas oleh Birma dengan skor 4-5.

Kejutan terjadi saat perhelatan Asian Games III 1958 di Tokyo, Jepang. Timnas Indonesia mampu menorehkan prestasi tertinggi dengan meraih perunggu dalam Asian Games 1958. Timnas berhasil menekuk tim sepak bola India dengan skor 4-1. Kejutan timnas Indonesia di event sepakbola juga terjadi dalam perhelatan Olimpiade Melbourne 1956. Dalam pertandingan sepak bola di Olimpiade Melbourne, timnas Indonesia harus bertemu timnas Uni Soviet.

Hasilnya, timnas Indonesia berhasil menahan imbang Uni Soviet tanpa gol. Saat itu, babak tambahan dan adu tendangan penalti belum menjadi aturan yang lumrah sehingga diadakan pertandingan kedua. Namun keberuntungan belum berpihak pada timnas Indonesia. Dalam pertandingan kedua, timnas Indonesia harus mengakui keunggulan timnas Uni Soviet dengan skor 4-0.

Pada tahun 1958, timnas Indonesia berjuang dalam kualifikasi Piala Dunia. Timnas Indonesia memperoleh hasil baik pada babak pertama dengan mengalahkan timnas Cina dengan skor 2-0 di Jakarta. Dalam pertandingan kedua di Beijing, timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Cina dengan skor 3-4. Karena kedua tim memiliki poin yang sama, maka diadakan pertandingan lanjutan di tempat yang netral yakni Myanmar. Pertandingan di Myanmar berakhir dengan skor 0-0. Indonesia selanjutnya berhasil melaju ke babak selanjutnya.

Babak kedua lanjutan kualifikasi Piala Dunia, timnas Indonesia bergabung bersama Israel, Mesir, dan Sudan. Namun, timnas Indonesia menolak bertanding dengan Israel karena alasan politis. Hal tersebut mengakibatkan timnas Indonesia tersingkir dalam kualifikasi Piala Dunia. Sedangkan Israel berhasil lolos dalam babak play off Piala Dunia dan bertemu dengan Wales.

Dukungan Sukarno terhadap perkembangan sepak bola Indonesia selanjutnya dipertegas dengan adanya perhelatan Sukarno Cup pada tanggal 25 April 1963. Perhelatan Sukarno Cup diikuti oleh enam negara yakni Indonesia, Cina, Mesir, Kuba, Vietnam Utara, dan Pakistan. Dalam event tersebut, timnas Indonesia berhasil merebut juara 3 dengan mengalahkan timnas Vietnam Utara dengan skor 3-1. Sedangkan juara 1 Sukarno Cup adalah Mesir yang berhasil menekuk Cina dengan skor 2-0.

Dalam hal infrastruktur, Presiden Sukarno membangun stadion utama Gelora Bung Karno untuk menunjang kegiatan olahraga di Indonesia. Stadion utama Gelora Bung Karno mulai dibangun pada tanggal 8 Februari 1960 sebagai kelengkapan sarana dan prasarana dalam rangka Asian Games 1962. Dalam pemancangan tiang pertama, turut hadir Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev. Hal tersebut bukanlah hal yang mengejutkan mengingat kedekatan Presiden Soekarno dengan negara-negara blok timur kala itu. Stadion utama Gelora Bung Karno selanjutnya diresmikan pada tanggal 21 Juli 1962.

Sepak bola nyatanya telah menjadi media dalam merekatkan semangat kebangsaan Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Tidak hanya itu, sepak bola juga dijadikan sebagai media oleh Presiden Soekarno untuk “menggelar” Indonesia di kancah internasional. Prestasi timnas Indonesia pada masa awal kemerdekaan telah membuat nama Indonesia dikenal oleh dunia internasional. Meski pembangunan nasionalisme melalui sepak bola sempat mengalami sejumlah hambatan, namun upaya Presiden Soekarno untuk membangun nasionalisme melalui olahraga tetap menorehkan capaian prestasi tersendiri pada masanya.

 

Sumber:

Bayu Aji, R.N. “Nasionalisme dalam Sepak Bola Indonesia Tahun 1950-1965”. Lembaran Sejarah, Vol. 10, No. 2, Oktober (2013).

Wijanarto. “Memahami Spirit Nasionalisme Soekarno Lewat Sepak Bola”. Kompas.id. Diakses pada tanggal 15 Mei 2023. https://www.kompas.id/baca/opini/2022/09/16/memahami-spirit-nasionalisme-soekarno-lewat-sepakbola.

Danu, Mahesa. “Sukarno dan Sepak Bola”. Berdikarionline.com. Diakses pada tanggal 15 Mei 2023. https://www.berdikarionline.com/sukarno-dan-sepak-bola/.

 

Penulis: Kurniawan Ivan Prasetyo

Selengkapnya
Bung Hatta dan Mas Kawinnya Artikel
Bung Hatta dan Mas Kawinnya

Mohammad Hatta merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang terkenal dengan kecerdasannya. Tokoh yang kerap dipanggil Bung Hatta ini dikenal sebagai sosok yang mencintai buku. Buku adalah harta paling berharga bagi Bung Hatta. Bahkan Bung Hatta pernah marah kepada pihak Belanda karena bukunya belum dimuat ke dalam kapal yang akan membawanya ke pengasingan. Selain itu, beliau juga gemar menulis pemikirannya. Tulisan-tulisan ini banyak dimuat dalam berbagai koran dan surat kabar pada masa itu. Hal inilah yang semakin mempertajam intelejensia dan pemikiran dari seorang Bung Hatta.

Dari pemikirannya inilah Bung Hatta sangat menitikberatkan filsafat untuk diajarkan kepada generasi muda calon pemimpin bangsa. Bagi Bung Hatta, pelajaran filsafat penting sekali dalam meningkatkan kecerdasan berpikir, memperluas pandangan serta mempertajam pikiran. Hal itu diperlukan sebelum seseorang menguasai sebuah ilmu secara utuh dan lebih luas bidang ilmu lain.

Bung Hatta mendapatkan pendidikan barat dari sekolah-sekolah Belanda seperti HIS dan MULO. Di sekolah-sekolah Belanda ini beliau diajarkan filsafat barat. Pembelajaran filsafat ini kemudian berlanjut ketika beliau berkuliah di Negeri Belanda. Selain itu, beliau juga mempelajari filsafat secara otodidak dari buku-buku yang dibacanya.

Salah satu bukti Bung Hatta sangat erat dengan filsafat adalah tulisan beliau berjudul Alam Pikiran Yunani yang terbit pertama kali pada tahun 1941. Buku ini merupakan buku yang ditulisnya semasa beliau diasingkan di Boven Digul dan Banda Neira. Bung Hatta memaparkan pemikiran filsuf-filsuf masa Yunani Kuno yang diketahuinya ke dalam buku Alam Pikiran Yunani. Ketika dicetak untuk pertama kali, Alam Pikiran Yunani dibagi menjadi tiga jilid. Jilid pertama membahas paham filosofi sebelum Sokrates. Kemudian di jilid kedua berisi ajaran Sokrates, Plato dan Aristoteles. Terakhir di jilid ketiga berisi filosofi Grik yang telah berkembang.

Buku ini juga memegang peranan dalam kisah cinta Bung Hatta. Beliau berniat untuk memberikan buku Alam Pikiran Yunani ini sebagai maskawin pernikahannya dengan Ibu Rahmi Rachim. Hal ini tentu saja membuat orang tua Bung Hatta terkejut. Mak Gaek –sebutan Ibu Bung Hatta- merasa malu bila tidak ada perhiasan emas yang dijadikan maskawin. Namun, Bung Hatta tetap pada pendiriannya. Beliau tetap ingin agar Alam Pikiran Yunani menjadi maskawin pernikahannya. Bung Hatta memandang bahwa maskawin berupa buku hasil pemikirannya sendiri lebih berharga dari emas atau barang mewah apapun. Ibu Rahmi Rachim ternyata tidak mempermasalahkan dan senang menerima Alam Pikiran Yunani sebagai maskawin dari Bung Hatta. Kedua pasangan ini kemudian menikah pada 18 November 1945 di Megamendung, Bogor.

 

REFERENSI

Hatta, Mohammad. 1963. Alam Pikiran Junani. Jakarta: Tintamas.

Karim, Mulyawan (ed.). 2015. Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya. Jakarta: Kompas.

Muhibbuddin, Muhammad. 2019. Bung Hatta: Kisah Hidup dan Pemikiran Sang Arsitek Kemerdekaan. Yogyakarta: Araska.

Zed, Mestika, dkk. 2012. Cara Baik Bung Hatta. Padang: UNP Press.

Selengkapnya
Sri Sultan Hamengku Buwono IX Sang Penjaga Kedaulatan Artikel
Sri Sultan Hamengku Buwono IX Sang Penjaga Kedaulatan

 

 

Masa Revolusi Nasional merupakan babak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan sekaligus menegakkan kedaualatan negara. Upaya mempertahankan kemerdekaan sekaligus menegakkan kedaualatan bangsa ditempuh melalui dua jalur, yakni jalur diplomasi dan jalur konfrontasi/pertempuran. Beberapa upaya diplomasi yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dan Belanda yakni Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen, hingga Konferensi Meja Bundar. Sedangkan perjuangan fisik yang dilakukan oleh bangsa Indonesia beberapa diantaranya adalah Pertempuran Surabaya, Pertempuran Bandung Lautan Api, Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Medan Area, hingga Serangan Umum 1 Maret.

Serangan Umum 1 Maret merupakan titik balik bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan sekaligus menegakkan kedaulatan negara. Peristiwa Serangan Umum 1 Maret tidak dapat dilepaskan dari posisi Yogyakarta yang kala itu merupakan pusat pemerintahan sekaligus Ibu Kota Negara. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang sekaligus menduduki Yogyakarta. Dampak dari agresi militer Belanda tersebut adalah dikuasainya sektor-sektor penting di Yogyakarta serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta beserta para pejabat tinggi lain. Mereka selanjutnya diasingkan ke Sumatera.

Sebelum ditangkap dan selanjutnya diasingkan, Hatta sempat memimpin sidang kabinet darurat di Gedung Negara untuk mengambil langkah-langkah dalam menghadapi serangan tersebut. Keputusan paling penting dalam sidang kabinet tersebut adalah mengalihkan kekuasaan RI kepada Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Safruddin Prawiranegara dan berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Selain itu, keputusan penting dalam sidang kabinet adalah memerintahkan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menangani dan mengatasi masalah keamanan dan ketertiban di Ibu Kota.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Kasultanan Yogyakarta, memiliki kiprah yang penting dalam babak perjalanan revolusi Indonesia. Dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono IX terhadap Republik Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya Amanat 5 September 1945. Semasa pemerintahan dipusatkan di Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono turut banyak memberi bantuan untuk menjalankan pemerintahan Republik Indonesia. Pada tanggal 12 dan 17 Januari 1949, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengecam tindakan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono bersama seluruh elemen masyarakat Yogyakarta selanjutnya memulai perlawanan.

Selama Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, TNI melalui Wehrkreise III telah melakukan serangan secara serentak sebanyak 4 (empat) kali. Serangan yang dilakukan oleh TNI terhadap pasukan Belanda dibantu oleh sejumlah elemen, mulai dari para Pon, Palang Merah Indonesia, hingga kurir informasi. Bantuan lain terhadap pejuang republik di Yogyakarta juga diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Selain itu, bantua berupa dana operasional bagi para pejuang diperoleh dari pemberian Letkol Soeharto sebesar 4.000 rupiah per hari serta bantuan dari para pedagang di Pasar Beringharjo dan pasar-pasar di Segoroyoso.

Pada awal bulan Februari 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendengarkan berita radio BBC yang memberitakan bahwa masalah Indonesia akan dibicarakan dalam forum PBB pada bulan Maret 1949. Pasca mendengar siaran berita radio BBC, Sri Sultan Hamengku Buwono IX segera melakukan kontak dengan Jenderal Sudirman untuk melancarkan serangan umum terhadap Belanda di Yogyakarta. Setelah mendapatkan ijin dari Sudirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX segera menjalin kontak dengan Letkol Suharto selaku Komandan Wehrkreise III.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjalin komunikasi dengan Letkol Soeharto secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh Belanda. Salah satu taktik yang digunakan oleh Soeharto agar pertemuannya dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak diketahui oleh Belanda adalah mengubah dan mengatur rute perjalanan serta pakaian yang digunakan. Dalam pertemuan antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan Letkol Soeharto, disepakati bahwa waktu persiapan untuk melakukan serangan adalah dua minggu dan waktu pelaksanaan serangan adalah pada tanggal 1 Maret 1949.

Pada tanggal 1 Maret 1949 pukul 06.00 pagi setelah sirene tanda berakhirnya jam malam berbunyi, pasukan TNI menyerang Yogyakarta dari segala penjuru. Melalui serangan ini pasukan Indonesia berhasil menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Serangan ini merupakan serangan terpadu dari berbagai macam kekuatan serta berbagai macam latar belakang dengan tujuan utama mempertahankan kemerdekaan serta menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia terhadap dunia internasional. Serangan ini juga ditujukan untuk mematahkan propaganda Belanda bahwa Indonesia sudah tidak mempunyai wilayah dan pemerintahan. Terdapat fakta menarik sebelum pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret, dimana sempat terjadi kesalahan dalam waktu penyerangan. Peleton Komarudin melakukan aksi penyerangan pada tanggal 28 Februari 1949. Kesalahan menentukan waktu serangan terjadi pula di daerah Giwangan Yogyakarta.

Dalam pelaksanaannya, Serangan Umum 1 Maret berhasil dan mampu membawa nama Indonesia menjadi perhatian dunia internasional. Pasukan Indonesia berhasil menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Berita keberhasilan Serangan Umum 1 Maret selanjutnya disebarkan melalui siaran radio stasiun PHB AURI PC-2 Playen, Gunungkidul. Berita tersebut selanjutnya diteruskan ke Sumatera, New Delhi (India), hingga ke Washington (Amerika Serikat).

Pada tanggal 24 Juni 1948 Presiden Syafrudin Prawiranegara sebagai pemimpin PDRI memberikan mandat kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang menjabat sebagai Menteri pertahanan untuk memulihkan keamanan sebelum pemerintahan kembali di Yogyakarta. Tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda meninggalkan Yogyakarta disusul pasukan TNI yang secara berangsur-angsur masuk ke Kota Yogyakarta. Oleh karena itu tanggal 29 Juni diperingati sebagai “Hari Yogya Kembali”. Setelah Yogyakarta dikuasai TNI di bawah kendali Sri Sultan Hamengku Buwono IX, presiden dan wakil presiden kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.

Serangan Umum 1 Maret menjadi titik balik perundingan antara Indonesia dengan Belanda terkait kedaulatan Indonesia, mulai dari Perundingan Roem-Royen hingga Konferensi Meja Bundar. Pada tanggal 27 Desember 1949, dilakukan penyerahan kedaulatan Indonesia. Penyerahan Kedaulatan diterimakan Ratu Belanda kepada Muhammad Hatta dan selanjutnya diserahkan kepada Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Sebagai bentuk penghargaan atas upaya perjuangan mempertahakan kemerdekaan serta menegakkan kedaulatan negara, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 yang menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

 

Sumber:

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Naskah Akademik Serangan Umum 1 Maret sebagai Hari Nasional Penegakan Kedaulatan Negara. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2022.

John Monfries. Raja di Negara Republik. Yogyakarta: Penerbit Biography. 2018.

 

Penulis: Kurniawan Ivan Prasetyo

Selengkapnya
Mengendalikan Kepadatan Penduduk Lewat Program “Dua Anak Cukup” Artikel
Mengendalikan Kepadatan Penduduk Lewat Program “Dua Anak Cukup”

Permasalahan seputar laju pertumbuhan penduduk di Indonesia sudah menjadi topik pembicaraan para dokter dan ahli sejak pemerintahan Presiden Sukarno. Hal tersebut dimulai dari dibentuknya Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Perkumpulan Keluarga Berencana selanjutnya berganti nama menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF).  PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.

Pasca peralihan kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto, permasalahan seputar laju pertumbuhan penduduk mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada tahun 1967, PKBI selanjutnya diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Setahun kemudian, pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Puncaknya, pada tahun 1970, melalui Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970 pemerintah membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan dr. Suwardjo Suryaningrat sebagai kepalanya. Kedudukan BKKBN semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1972 dimana badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Dalam menjalankan tugasnya melalui program Keluarga Berencana, pemerintah melalui BKKBN melakukan sejumlah pendekatan, mulai dari Clinical Approach, Beyond Family Planning, Pendekatan Kemasyarakatan, Pendekatan Koordinasi Aktif hingga Pendekatan Keluarga. Pada periode Pelita III (1979-1984) pemerintah mengembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”. Kemudian, pada tanggal 28 Januari 1987, pemerintah mencetuskan program KB Mandiri. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye Lingkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

Pelaksanaan program KB yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk  mewujudkan keluarga kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Dalam perkembangan selanjutnya, program KB mendapat keberhasilan yang cukup signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan laju pertumbuhan pendudukan yang mengalami penurunan. Tahun 1960-an laju pertumbuhan penduduk 2,32 % turun menjadi 2,10% tahun 1970-an dan 1,97% pada 1980-an.

Selain menggunakan pendekatan dan program yang telah dirumuskan oleh pemerintah, strategi kampanye yang dijalankan oleh pemerintah juga menjadi salah satu faktor keberhasilan program Keluarga Berencana. Kampanye yang digunakan adalah dengan menyebarkan slogan-slogan “Demi Kesehatan Anda Jalankanlah Keluarga Berencana”, ”Hidup tanpa KB Berarti Hidup tanpa Masa Depan”, atau “Dua Anak Cukup, Laki-laki atau Perempuan Sama Saja” di setiap sudut jalan. Selain itu, kampanye KB juga digaungkan melalui panggung hiburan dan seni, seperti Gambang Kromong yang dipopulerkan Benyamin S dan Ida Royani, Mars Keluarga Berencana karya Muchtar Embut yang setiap hari diputar di RRI dan TVRI, hingga film berjudul Desa di Kaki Bukit diproduksi oleh PT Sri Agung Utama Film dan disutradari oleh Asrul Sani. Tak ketinggalan kampanye KB melalui pecahan uang Rp 5.00.

Keberhasilan program KB pemerintah selanjutnya mendapat penghargaan dari dunia internasional. Seoharto mendapat mendapat penghargaan “Global Statement Award” dari Population Institute, Amerika Serikat pada tahun 1988. Perlu diketahui bahwa penghargaan yang kemudian diberi nama “Soeharto Award” ini pertama kali diterima oleh Presiden Zimbabwe. Jadi Soeharto adalah orang kedua yang menerima penghargaan bernilai prestise tersebut. Satu tahun kemudian, tepatnya di tahun 1989, atas keberhasilan Program KB di Indonesia, Soeharto menerima penghargaan tertinggi di bidang kependudukan dan KB berupa “United Nations Population Award” dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Penghargaan ini langsung diberikan oleh Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat

 

Sumber:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014). Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

https://www.bkkbn.go.id/pages-sejarah-bkkbn-2012044806-352#:~:text=Organisasi%20keluarga%20berencana%20dimulai%20dari,Planned%20Parenthood%20Federation%20(IPPF). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2022.

https://tirto.id/sejarah-kb-dan-ide-dua-anak-cukup-dari-era-sukarno-sampai-soeharto-ecJj. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2022.

Penulis: Kurniawan Ivan Prasetyo

Selengkapnya
Palu Godam Soekarno dalam Membasmi Korupsi Artikel
Palu Godam Soekarno dalam Membasmi Korupsi

Pasca diproklamirkan sebagai sebuah negara merdeka, Indonesia harus dihadapkan dengan sejumlah permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi kekerasan tribal, ketimpangan sosial, ageri militer Belanda, hingga praktik penyelewengan kekuasaan (korupsi). Permasalahan korupsi sebenarnya bukan fenomena baru dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan kenegaraan. Fenomena korupsi telah berlangsung sejak beberapa abad silam, bahkan mungkin semenjak awal kehidupan umat manusia modern yang telah mengenal sistem pembagian tugas dalam sebuah komunitas.

Sebagai fenomena penyimpangan sosial, korupsi telah masuk ke dalam kehidupan masyarakat serta kenegaraan di seluruh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, pemahaman mengenai perkembangan praktik korupsi dapat ditinjau dari segi historis dan budaya. Dari segi historis, dapat terlihat bagaimana praktik korupsi bergerak secara dinamis, mulai dari praktinya di setiap zaman yang tentunya diikuti oleh tindakan pencegahan sekaligus pemberantasannya. Sedangkan pemahaman praktik korupsi di Indonesia ditinjau dari segi budaya masa kerajaan di Nusantara, dengan birokrasi patrimonialnya, dan tetap dirawat bahkan ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Sistem birokrasi patrimonial di Jawa tidak mengenal adanya pemisahan antara kepemilikan pribadi dengan kepemilikan negara. Sistem birokrasi patrimonial juga tetap terlihat dalam budaya politik Indonesia pasca kemerdekaan.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, praktik penyimpangan korupsi mendapat perhatian serius dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan Soekarno melalui pidatonya yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” mengutuk keras tindak penyimpangan korupsi. Soekarno, pada kesempatan yang sama, juga memperkenalkan sebuah badan baru yang bertugas mengawasi kegiatan aparatur negara, bernama Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan). Bapekan dibentuk melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 1959.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 1959, Bapekan mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan dan penelitian terhadap kegiatan aparatur negara, serta pengurusan dan pengaduan seputar laporan terkait penyimpangan yang diduga melibatkan aparatur negara. Sedangkan untuk wewenang sendiri Bapekan mampu memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai sesuatu yang menghambat daya guna serta kewibawaan negara. Badan tersebut diketuai oleh Sri Sultan HB IX. Kedudukan ketua Bapekan setara dengan seorang menteri serta masuk dalam golongan F ruang VII. Sedangkan untuk anggota Bapekan sendiri antara lain: Samadikoen, Semaun, Arnold Mononutu, dan Letkol Soedirgo. Penunjukan Sri Sultan HB IX sebagai ketua tidak terlepas dari kiprah politiknya yang terkenal tegas dan bersih.

Dalam perkembangannya, Bapekan telah menerima 912 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah laporan pengaduan tersebut, Bapekan mampu menyelesaikan 402 pengaduan. Sebuah capaian yang cukup mentereng dari sebuah lembaga anti rasuah yang baru terbentuk. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari sikap responsif para pengurus serta pimpinan Bapekan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat.

Selain Bapekan, Presiden Soekarno selanjutnya membentuk Panitia Retooling Aparatur Negara atau Paran dengan ketua A.H. Nasution serta beranggotakan Muhammad Yamin dan Roeslan Abdulghani. Bentuk kegiatan Paran dalam pemberantasan korupsi yakni dengan melakukan Operasi Budhi. Selama melaksanakan tugas, Operasi Budhi mampu menangkap seorang perwira TNI Angkatan Laut, yakni Kolonel Pringadi. Ia divonis bersalah karena terbukti melakukan kejahatan pelanggaran hukum dengan menggelapkan/menyalahgunakan keuangan yang berada dalam penguasaan jabatannya meliputi jumlah Rp. 14 Juta. Selain itu Paran juga mampu menguak kasus korupsi yang terjadi di Pertamina serta perusahaan-perusahaan negara yang tentunya merugikan keuangan negara.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno juga terdapat beberapa aturan hukum yang dibentuk untuk menindak praktik penyimpangan korupsi. Aturan hukum pertama adalah Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 adalah peraturan terkait upaya pemberantasan korupsi yang dikeluarkan oleh A.H Nasution selaku Kepala Staf Angkatan Darat dan sekaligus Penguasa Militer pada tanggal 9 April 1957. Aturan Peraturan Penguasa Militer terkait upaya pemberantasan korupsi selanjutnya mengalami perkembangan setelah dikeluarkannya Peraturan No. PRT/PM/08/1957. Peraturan tersebut berisi tentang pembentukan badan yang berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang-orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan.

Aturan hukum selanjutnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 24 tahun 1960. Perppu tersebut ditetapkan oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia, Djuanda. Perppu No 24 tahun 1960 merupakan respon pemerintah terhadap tuntutan masyarakat terkait regulasi kebijakan anti korupsi. Perbedaan paling mendasar antara Perppu No 24 tahun 1960 dengan Peraturan Penguasa Militer No 06 tahun 1957 adalah tentang wewenang seorang Jaksa. Wewenang Jaksa dalam melakukan pengusutan serta penuntutan.

Upaya pemberantasan korupsi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno harus dihadapkan dengan sejumlah hambatan. Mulai dari penegakan hukum yang tidak sesuai hingga benturan dengan kepentingan politik. Namun apa yang telah dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno merupakan langkah progresif dalam pemberantasan korupsi di negeri yang terbilang masih berusia “piyik”.

 

Penulis: Kurniawan Ivan Prasetyo

Selengkapnya