Reformasi Birokrasi


Reset
Penandatanganan Kontrak Kerja PPNPN di Lingkungan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Reformasi Birokrasi
Penandatanganan Kontrak Kerja PPNPN di Lingkungan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti

Senin tanggal 10 Januari 2022, memasuki awal tahun 2022 bertempat di ruang rapat lantai 3 Museum Kepresidenan RI Balai Kirti diselenggarakan Penandatanganan Perjanjian Kontrak Kerja Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Ibu Dra. Dewi Murwaningrum, M.Hum., Kasubag Tata Usaha Neneng Kartiwi, S.S., dan seluruh Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPM) di lingkungan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti.

Dalam arahannya Kepala Museum menyampaikan selama dalam kurun waktu satu tahun terakhir pekerjaan yang dilakukan teman-teman sudah teruji, sehingga untuk tahun 2022, semangat bekerja harus dipertahankan, jika perlu terus ditingkatkan. Pada kesempatan ini juga para Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPM) diberikan arahan terkait regulasi yang perlu dipahami sebagai pedoman bekerja di tahun 2022. Acara selanjutnya adalah penandatanganan kontrak kerja, dengan adanya penandatanganan ini diharapkan pegawai dapat meningkatkan kinerjanya ke depan.

Selengkapnya
Apel Pagi Senin Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Reformasi Birokrasi
Apel Pagi Senin Museum Kepresidenan RI Balai Kirti

Bogor (17/01) Berdasarkan arahan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang mewajibkan kepada seluruh instansi pemerintah untuk melaksanakan apel pagi setiap hari senin secara rutin pada tahun 2022. Museum kepresidenan RI Balai Kirti sebagai institusi pemerintah di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, telah melaksanakan apel pagi setiap hari Senin, baik secara luring maupun daring.

Apel senin pagi, sebenarnya sudah dilakukan museum secara rutin sejak bulan Juli 2021, yang  diikuti oleh seluruh pegawai museum, mulai dari kepala museum, staff museum, hingga keamanan museum. Kegiatan ini rutin dilakukan guna meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Selain itu juga, apel ini menjadi tempat komunikasi untuk menginformasikan program yang akan dilaksanakan museum.

Semoga dengan kegiatan ini seluruh pegawai di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti dan instansi pemerintah secara umum dapat lebih meningkatkan rasa cinta tanah air dan menjadi lebih menghargai satu sama lainnya.

Selengkapnya
Mengembalikan Visi Kelautan sebagai Jati Diri Bangsa Reformasi Birokrasi
Mengembalikan Visi Kelautan sebagai Jati Diri Bangsa

Indonesia bukan pulau-pulau dikelilingi laut. Tetapi, laut yang ditaburi pulau-pulau” – AB Lapian

Beranjak dari pernyataan tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia disebut juga sebagai negara kepulauan atau Archipelago State. Archipelago state berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata, Arche yang berarti utama dan Pelago yang artinya laut, jadi laut adalah yang utama. Atau dengan kata lain Archipelago State sendiri mempunyai arti negara yang terdiri dari banyak pulau, dimana laut, udara, dan daratan adalah satu kesatuan Nusantara.

Laut sebagai penghubung antar pulau tersebutlah yang menjadikan bangsa kita sebagai bangsa maritim dengan memanfaatkan laut selain sebagai jalur transportasi juga sebagai tempat untuk perdagangan. Julukan sebagai negara maritim tidak terlepas dari fakta sejarah yang terjadi pada masa lampau, dimana nenek moyang kita melakukan pelayaran untuk menjelajahi Samudera, salah satunya ialah para pelaut Bugis yang melakukan pelayaran dengan kapal tradisionalnya yang bernama pinisi menjelajahi Samudera Pasifik. Hal itu dibuktikan dengan penemuan peta pelayaran berdasarkan Kajian Le Roux yang ditemukan di perkampungan bajak laut di Santhel yang teletak di Teluk Sekana di Pulau Singkep tahun 1854. Dalam peta tersebut menggambarkan peta-peta wilayah di seluruh Nusantara, sebagian Asia Tenggara, Australia Utara, dan wilayah Cina yang mana dari nama-nama yang ada dalam peta inilah menunjukkan luasnya pengetahuan tentang daerah-daerah di Asia Tenggara, Pilipina Selatan, Australia Utara dan Cina. Peta itu juga menggambarkan rute dan tujuan pelayaran kapal-kapal Bugis sebelum petengahan abad ke-19.[1]

Jiwa kemaritiman mulai memudar tatkala kolonialisme dan imperialism mulai memasuki Nusantara. Kekayaan alam yang dianugerahkan Tuhan kepada tanah Nusantara telah memancing Pemerintah Belanda untuk menerapkan sistem Cultuur Stelsel atau yang biasa dikenal sebagai Tanam Paksa pada tahun 1833. Sistem ini mewajibkan setiap desa untuk menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman tanaman yang hasilnya kemudian dijual ke Eropa. Rempah-rempah menjadi komoditi yang berharga bagi orang Eropa, selain sebagai bahan bumbu masakan untuk mengawetkan daging dan juga rempah-rempah juga menjadi bahan ramuan obat dan untuk memperkuat daya tahan tubuh yang sangat dibutuhkan bagi orang Eropa mengingat cuaca disana yang dingin.

Pergeseran pandangan dari laut menjadi darat mengubah jati diri bangsa Indonesia dari negara maritim menjadi negara agraris. Sejarah sebagai bangsa maritim tidak hanya dipandang sebagai sejarah kejayaan di masa lampau. Sudah sepatutnya laut yang kita miliki menjadi potensi dasar untuk memperkuat untuk negeri ini agar bisa menjadi bangsa yang maju baik dari segi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang disegani oleh bangsa lainnya di masa mendatang. (Wanti)

Selengkapnya