Koleksi Perpustakaan
Das Kapital
Karl Marx (lahir di Trier, Jerman pada 5 Mei 1818) merupakan salah satu pemikir paling berpengaruh di dunia. Teorinya, Marxisme, hingga kini masih dijadikan kajian di dunia akademis dan acuan gerakan buruh dan beragam gerakan perlawanan di berbagai dunia.
Kecerdasan dan kekritisan Marx dibentuk dasarnya oleh ayahnya, Heinrich Marx, yang pengagum ide-ide Voltaire dan Immanuel Kant dan aktif dalam agitasi untuk mereformasi Monarki absolut Prusia. Saat kuliah, Marx keluar-masuk berbagai klub diskusi hingga akhirnya terpikat pemikiran filsuf Friedrich Hegel dan masuk klub Young Hegelians. Marx banyak belajar terutama pada Ludwig Feuerbuach dan Bruno Bauer –partner Marx ketika mengedit Philosophy of Religion karya Hegel– sambil menulis fiksi maupun non fiksi.
Setelah fokusk pada non-fiksi, Marx menjadi jurnalis di media kiri Rheinische Zeitung. Karya penting Marx muncul setelah berkolaborasi dengan Friedrich Enges, yang kemudian menjadi sahabat karib abadinya. Marx dan Engels menulis The German Ideology sebagai finalisasi pencarian filosofi keduanya saat itu, yang mendasarkan pada materalisme sebagai satu-satunya kekuatan penggerak dalam sejarah. Pada 1848, Marx-Engels menerbitkan pamflet politik monumental The Communist Manifesto. Setelah menetap di London, Marx hingga akhir hayatnya hidup dalam keadaan ekonomi minim sehingga salah seorang anaknya sampai meninggal. Di kota inilah Marx, dengan sokongan dana Engels, menyelesaikan magnum opus-nya: tiga jilid Das Kapital dan sejilid The Theories of Surplus Value (sering disebut Das Kapital jilid empat; risalah komprehensif pertama tentang sejarah pemikiran ekonomi). Namun, Marx hanya melihat penerbitan Das Kapital Jilid 1 karena keburu meninggal pada 14 Maret 1883.
Selain The Communist Manifesto dan Das Kapital, karya-karya yang diwariskan Marx antara lain novel Scorpion and Felix, Critique of Hegel’s Philosophy of Right (1843), Comment on James Mill (1844), The Poverty of Philosophy (1847), The June Revolution in Paris (1848), The Class Struggle in France, 1848 to 1850 (1859), Contribution to Critique of Political Economy (1859).
Modul Sejarah Kemasyhuran Presiden Republik Indonesia
Modul ini merupakan buku acuan bagi pengunjung museum yang berisikan mengenai sejarah dan capaian prestasi para presiden Republik Indonesia. Penyusunan modul ini sekaligus upaya untuk menyebarluaskan informasi keberadaan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti.
Keberadaan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti bertujuan untuk menyimpan jejak langkah kepemimpinan para presiden Republik Indonesia yang telah purna bakti. Museum pada masa ini sejatinya merupakan sarana edukasi untuk memperluas wawasan kebangsaan, pendidikan karakter, dan tempat untuk mengenalkan identitas sertra jati diri bangsa
Katalog Inventarisasi Koleksi 2022
Katalog ini terdiri dari 296 halaman berisikan mengenai koleksi yang ada di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti dari tahun 2020 hingga 2022 dari koleksi Wakil Presiden, Ibu Negara dan Ibu Wakil Negara Republik Indonesia. Koleksi itu terdiri dari pakaian dinas, piagam penghargaan, alat kerja, kain wastra, seri perangko dan lain-lain.
Kemesraan Dua Pemimpin Nusantara; Habibie & Soeharto
Andi Makmur Makka merupakan seorang penulis yang banyak menerbitkan buku tentang B.J. Habibie, seperti Inspirasi Habibie: Kisah-Kisah Santai Tapi Serius (Penerbit Republika, 2020), Mr. Crack dari Parepare: Dari Ilmuwan ke Negarawan sampai Minandito (Penerbit Republika, 2018), Total Habibie: Kecil tapi Otak Semua (Edelweiss, 2013), dan lain-lain. Salah satu karya lainnya yakni buku Habibie & Soeharto yang diterbitkan pada bulan Januari tahun 2020 silam. Dalam buku ini, beliau melukiskan hubungan yang harmonis antara B.J. Habibie dan Soeharto dalam sudut pandang yang tidak umum.
Andi Makmur Makka mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki kisah yang tidak banyak orang tahu, dan B.J. Habibie menjadi salah satunya. Beliau memiliki kedekatan dengan Soeharto yang membuat orang terkagum melihatnya. Pertemuan demi pertemuan yang singkat nyatanya mengikat keduanya begitu kuat. Buku ini menjelaskan betapa uniknya pertemuan Habibie dan Soeharto yang menjadi awal dari pembangunan Indonesia dengan teknologi yang lebih maju dari sebelumnya.
Keharmonisan yang terjalin antara keduanya tidak selalu mulus. Buku Habibie & Soeharto ini juga menggambarkan beberapa konflik yang cukup mengguncang hubungan keduanya. Terdapat juga pandangan dari perspektif lain mengenai kedekatan keduanya yang menimbulkan isu negatif. Hal ini memuncak pada saat pemindahan kekuasaan dari Soeharto kepada B.J. Habibie. Rasa kesepian dan kebingungan Habibie dilukiskan dengan jelas oleh penulis melalui serangkaian tulisan yang tersusun sedemikian rupa.
Latar belakang yang sangat berbeda membuat hubungan di antara Habibie dan Soeharto terasa lebih kompleks dan menarik. Dalam buku ini, pembaca akan menemukan beberapa kisah yang jarang ditemukan mengenai kedua tokoh pemimpin tersebut. Selain melihat Habibie dan Soeharto dari perspektif yang tidak umum ini, pembaca juga dapat memahami bahwa setiap perbedaan bukanlah suatu hambatan untuk memajukan bangsa. Perbedaan ada untuk saling melengkapi. Perlunya memahami suatu hal dari segala sudut pandang juga sangat diperlukan agar tercapainya keseimbangan. Buku Habibie & Soeharto tentunya menjadi salah satu koleksi di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan.
Die Kolonialpolitik
Lahir pada 8 September 1867 dengan nama Israel Lazarevich Gelfand, Alexander Parvus merupakan teoretikus sekaligus aktivis-petualang sosialis Rusia. Sejak pindah ke Swiss pada 1886 dan membaca tulisan Alexander Herzen dan literatur-literatur revolusioner lain, dia bertekad menjadi politikus sehingga pindah ke Jerman untuk bergabung pada Partai Sosialis-Demokrat Jerman. Ketika Partai Sosial Demokrat Rusia pecah, Parvus memilih menawarkan konsep revolusinya sendiri alih-alih menjadi bagian Bolshevik ataupun Manshevik. Menurutnya, tak ada tempat bagi kelas menengah, yang ada hanya buruh yang dapat diandalkan untuk memimpin perjuangan revolusioner menggulingkan Tsar. Parvus mengembangkan konsep perang asing untuk memprovokasi pemberontakan internal di suatu negara, di samping mengembangkan konsep Revolusi Permanen berdasarkan Marxisme.
Prestis Parvus di antara kaum sosialis Jerman meningkat setelah prediksinya soal Perang Rusia-Jepang akan dimenangkan Jepang dan kondisi setelah itu mendorong kekacauan, terbukti. Ketika kembali ke Rusia pada 1905, sebagai ahli ekonomi dia membuat artikel provokatif yang membuat perekonomian Rusia terganggu dan membuat marah PM Sergei Witte. Keterlibatannya dengan aksi-aksi anti-pemerintah membuatnya dibuang ke Siberia meski berhasil kabur ke Jerman dan menulis memoar In he Russian Bastille during the Revolution. Setelah reputasinya di lingkungan partai Sosial-Demokrat rusak akibat Maxim Gorky Affair, Parvus menyingkir ke Turki. Dari persahabatannya dengan Dubes Jerman Hans di Turki Freiherr von Wangenheim, Parvus berhasil menawarkan konsep untuk mengalahkan Rusia kepada pemerintah Jerman. Kerjasamanya dengan intelijen Jerman, di mana dia sebagai penyalur dana Jerman bagi gerakan-gerakan penentang Tsar, berakhir ketika Parvus gagal dalam provokasi di St. Petersburg. Namun reputasinya di mata orang Jerman kembali pulih setelah dia berhasil menyabotase rencana penyerangan terhadap armada Turki-Jerman di Bosphorus dan Dardanella oleh Laksamana AL Rusia Aleksandr Kolchak.
Parvus dan intelijen Jerman mengupayakan perjalanan kereta api untuk Lenin dan 30 rekannya dari Swiss ke Rusia dan Finlandia melewati Jerman. Namun permainan Parvus dengan intelijen Jerman membuat hubungannya dengan Rosa Lusemburg dan para sosialis Jerman lain rusak. Dia lalu menyingkir ke Pulau Merak di Berlin hingga meninggal pada 12 Desember 1924. Dia tak berpartisipasi dalam Revolusi Oktober 1917 akibat perannya ditolak. Parvus mewariskan karya antara lain: In the Russian Bastille during the Revolution, The Plan of the Russian Revolution, dan The Financial Manifesto.
De Fransche Revolutie
Thomas Carlyle (lahir di Skotlandia, 4 Desember 1795) merupakan kritikus sosial terkemuka di Inggris era Victoria awal yang menyebut ilmu ekonomi sebagai ilmu yang suram. Dia terpengaruh idelisme Jerman, terutama pada tulisan-tulisan Johann Gottlieb Fichte, dan menyebarkannya ke Inggris lewat serial esainya di Fraser’s Magazine. Carlyle menulis Life of Shciller sambil menerjemahkan karya-karya penulis Jerman, terutama novel Goethe Wilhelm Meisters Lehjahre.
Dengan semangat Calvinis yang diturunkan ayahnya, Carlyle menentang materialisme dan mekanisme Revolusi Industri. Sikap rasisnya yang amat membanggakan Anglo-Saxon membawanya pada kebencian teramat besar pada Yahudi. Carlyle juga tidak suka pada demokrasi. Kepemimpinan ideal menurutnya adalah kepemimpinan kharismatis seperti yang ditunjukkan oleh Friedrich II, tokoh yang sejarahnya dia tuliskan dalam History of Friedrich II of Prusia. Banyak sarjana kemudian menganggap tulisan-tulisan Carlyle, terutama biografi Friedrich Agung, menginspirasi kemunculan fasisme dan Nazisme.
Namun, para ilmuwan sepakat esai-esai Carlyle di masa Victoria awal dianggap sebagai penanda era baru satir sosial. Keberanian Carlyle berinovasi membuatnya sukses dalam tiap tahap kehidupan intelektualnya. Saat meninggal pada 5 Februari 1881, Carlyle meninggalkan warisan bagi dunia ilmiah di bidang sejarah, sastra, sosial, bahkan matematika dengan metode Carlyle Circle-nya. Dimulai dari novel Sartor Resartus, ketika meninggal Carlyle mewariskan banyak buku. Buku terpentingnya adalah tiga jilid The French Revolution: A History dan On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History.
Geschiedenis van het Moderne Imperialisme
Jan Steffen Bartstra merupakan sejarawan sosialis Belanda kelahiran Westerbork, 30 Juni 1887. Ketika usianya tiga tahun, ibunya meniggal dan kemudian ayahnya menikah lagi lalu pindah ke Hindia Belanda. Akibatnya, Bartstra terpaksa tinggal bersama kakek-neneknya, Douwe Bartstra dan Akke Klazes Faber, di Bolsward. Di bawah asuhan kakek-neneknya, Bartstra lulus dari Gymnasium Sneek dan pada 1906 masuk jurusan Sastra Belanda Universitas Leiden. Di Minerva, buletin kampus tempatnya menjadi editor, Bartstra berkenalan dan bersahabat dengan Pieter Catharinus Arie Geyl yang kelak menjadi sejarawan Belanda.
Setelah mendapat titel master, Bartstra mengajar di Gymnasium Schiedam dan Gymnasium Haarlem. Dia juga menjadi sekretaris di Volksuniversiteit Amsterdam, aktif menulis di sejumlah koran, dan aktif di Partai Buruh Sosial-Demokrat (SDAP). Aktivitas tersebut mandek ketika dia harus “tiarap” semasa Belanda diduduki Jerman-Nazi di Perang Dunia II. Namun, Bartstra tetap “berjuang” dengan menyembunyikan siswa-siswa Yahudi dan siswa-siswa sosialis di rumahnya agar tak ditangkap Gestapo.
Lima tahun pasca-perang, ia dianugerahi Master Prize oleh Maatschappij der Nederlandsche Letterkunde (MNL) atas karya-karyanya yang fokus pada sastra dan sejarah modern. Antara lain: Geschiedenis van het Modern Imperialisme, Tijdvak 1880-1906 (1925), De Pelgrimstocht der Menschheid (1937), dan Nederland Tussen de Natiën: Een Bijdrage tot onze Cultuurgeschiedenis (1946). Bartstra meninggal di kediamannya, Haarlem, pada 19 November 1962.
Overzicht van den economischen toestand der inheemsche bevolking van Java en Madoera
Dr. Willem Huender merupakan diplomat Belanda kelahiran Amsterdam, 30 Mei 1900. Setelah lulus dari jurusan Ilmu Politik Universitas Leiden pada 1921, dia ke Hindia Belanda (kini Indonesia) dan menduduki beragam jabatan dalam pemerintahan. Pada 1921, Huender berupaya mengkritik klaim pemerintah –bahwa keadaan rakyat telah berhasil diperbaiki sejak 50 tahun sebelumnya – yang berangkat dari statistik belaka. Untuk itu, Huender mengadakan survei lapangan tentang keadaan rakyat Jawa dan Madura. Hasilnya dia bukukan dan terbit pada tahun itu juga.
Menjelang Perang Dunia II, Huender diangkat menjadi konsul Belanda di Manila dan tinggal di Manila bersama istrinya. Ketiga anaknya tinggal di Bandung. Maka ketika Perang Pasifik pecah, mereka terpisah. Huender dan istri dibawa ke Shanghai dan ditahan di sana, ketiga anak mereka ditahan di Batavia. Meski upaya Huender untuk meminta pembebasan anak-anaknya gagal, mereka akhirnya bersatu kembali di Singapura.
Usai perang, Huender kembali aktif sebagai diplomat. Pernah menjadi perwakilan Belanda di Allied Mission di Berlin, Huender ditunjuk menjadi gubernur jenderal Suriname pada 2 Agustus 1948. Namun karena alasan kesehatan, dia mengundurkan diri pada 1 Agustus 1949. Buku terpenting Huender yakni Overzicht van den Economischen Toestand der Inheemsche Bevolking van Java en Madoera (Overview of the Economic Condition of the Indigenous Population of Java and Madure), terbit tahun 1921 dan Onderzoek naar den Belastingdruk op de Inlandsche Bevolking (Research into the Tax Burden on the Native Population) yang ditulis bersama JW Meijer Ranneft dan terbit 1926.
The New World of Islam
Theodore Lothrop Stoddard yang lahir pada 29 Juni 1883 merupakan jurnalis, sejarawan, dan ilmuwan rasis pendukung supremasi kulit putih. Beberapa buku rasisme ilmiah yang menganjurkan egenetika telah ditulisnya. Ia membagi menjadi tiga. Ia penentang migrasi Yahudi karena dianggap sebagai ancaman supremasi kulit putih di Amerika, di samping penganjur UU anti-miscegenation (perkawinan antar-suku bangsa) demi mempertahankan hierarki rasial. Selain menjadi anggota Ku Klux Klan, ia ikut menjadi pendiri American Birth Control League dan banyak organisasi lain ilmiah-rasis lain.
Namun pelecehannya terhadap kulit berwarnanya paling utama ditujukan terhadap kulit hitam, yang menurutnya tak punya peradaban sendiri dan tak berkontribusi apapun terhadap dunia. Karena itulah Stoddard pernah dipermalukan sejarawan cum aktivis HAM WE Burghardt du Bois dalam perdebatan di Chicago Forum Council. Hadirin sampai menertawakan Stoddard. Momen tersebut sampai dimuat dalam headline The Chicago Defender dengan judul “5,000 Cheer W.E.B DuBois, Laugh at Lothrop Stoddard”.
Meski begitu, buku The Revolt Against Civilization: The Menace of the Under-man Stoddard menginspirasi Nazi di Jerman. Buku tersebut juga menjadi acuan Alfred Rosenberg, kepala Teorertikus Ras Partai Nazi, ketika kemudian mengeluarkan istilah untermensch alias orang non-Arya sebagai masyarakat inferior. Selama kunjungannya ke Jerman jelang Perang Dunia II, Stoddard mendapat perlakuan lebih dibanding jurnalis lain sehingga bisa berkeliling ke berbagai tempat dan mewawancarai banyak petinggi Nazi.
Teorinya yang rasis-ilmiah membuat popularitasnya menurun drastis pasca-perang karena dianggap senada dengan Naziisme. Akibatnya kematiannya pada 1950 hampir ditutup-tutupi. Stoddard meninggalkan warisan banyak buku, antara lain Present-Day Europe, Its National States of Mind (1917), The Rising Tide of Color Against White World-Supremacy (1921), Racial Realities in Europe (1924), Scientific Humanism (1926), Clashing Tides of Our Color (1935).
Der Weg Zur Macht
Karl Kautsky (16 Oktober 1854-17 Oktober 1938) dikenal sebagai ahli teori Marxisme berdarah Yahudi. Setelah masuk University of Vienna untuk mempelajari ekonomi, filsafat, dan sejarah, dia bergabung dengan Partai Sosial Demokrat Austria sebelum pindah ke Jerman dan masuk ke Partai Sosial Demokrat Jerman. Kautsky menjadi penentang kuat keterlibatan Jerman dalam Perang Dunia I (PD I).
Melalui Die Neue Zeit, bulanan yang didirikannya di Stuttgart pada 1883, Kautsky rutin meyebarkan Marxisme. Kautsky bersama August Bebel juga menguraikan teori imperialisme Marxis. Kautsky mendapat kepercayaan dari Friedrich Engels untuk mengedit tiga seri Theories of Surplus Value karya Karl Marx. Setelah Lenin berhasil menggulingkan Tsar dan mengambil alih kekuasaan lewat Revolusi Oktober 1917, Kautsky berdebat keras dengan Lenin. Apa yang dilakukan Lenin, menurutnya dalam Marxism and Bolshevism: Democracy and Dictatorship, merupakan peletakan dasar bagi kediktatoran baru pengganti kediktatoran Tsar karena perubahan revolusioner yang ditimbulkannya tak bertolak dari dasar rasional ekonomi. Itu akan mengakibatkan penderitaan rakyat lebih parah dibanding dalam periode kapitalis.
Sempat kembali ke Wina, Kautsky kemudian pindah ke Amsterdam dan meninggal di sana pada 1938. Warisan paling berharganya adalah lebih dari 20 buku karyanya. Antara lain: State Socialism (1881), The Free Society (1882), The Economic Doctrines of Karl Marx (1887), The Class Struggle (1892), dua jilid The Social Revolution and on the Day After the Social Revolution (1902), Socialism and Colonial Policy (1907), The Russian Revolution (1917), The Dictatorship of the Proletariat (1918), Terrorism and Communism (1919), The Moscow Trial and the Bolsheviki (1922), Social Democracy versus Communism (1938).