Mengendalikan Kepadatan Penduduk Lewat Program “Dua Anak Cukup”
Informasi
Permasalahan seputar laju pertumbuhan penduduk di Indonesia sudah menjadi topik pembicaraan para dokter dan ahli sejak pemerintahan Presiden Sukarno. Hal tersebut dimulai dari dibentuknya Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Perkumpulan Keluarga Berencana selanjutnya berganti nama menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.
Pasca peralihan kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto, permasalahan seputar laju pertumbuhan penduduk mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada tahun 1967, PKBI selanjutnya diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Setahun kemudian, pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Puncaknya, pada tahun 1970, melalui Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970 pemerintah membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan dr. Suwardjo Suryaningrat sebagai kepalanya. Kedudukan BKKBN semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1972 dimana badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.
Dalam menjalankan tugasnya melalui program Keluarga Berencana, pemerintah melalui BKKBN melakukan sejumlah pendekatan, mulai dari Clinical Approach, Beyond Family Planning, Pendekatan Kemasyarakatan, Pendekatan Koordinasi Aktif hingga Pendekatan Keluarga. Pada periode Pelita III (1979-1984) pemerintah mengembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”. Kemudian, pada tanggal 28 Januari 1987, pemerintah mencetuskan program KB Mandiri. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye Lingkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.
Pelaksanaan program KB yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Dalam perkembangan selanjutnya, program KB mendapat keberhasilan yang cukup signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan laju pertumbuhan pendudukan yang mengalami penurunan. Tahun 1960-an laju pertumbuhan penduduk 2,32 % turun menjadi 2,10% tahun 1970-an dan 1,97% pada 1980-an.
Selain menggunakan pendekatan dan program yang telah dirumuskan oleh pemerintah, strategi kampanye yang dijalankan oleh pemerintah juga menjadi salah satu faktor keberhasilan program Keluarga Berencana. Kampanye yang digunakan adalah dengan menyebarkan slogan-slogan “Demi Kesehatan Anda Jalankanlah Keluarga Berencana”, ”Hidup tanpa KB Berarti Hidup tanpa Masa Depan”, atau “Dua Anak Cukup, Laki-laki atau Perempuan Sama Saja” di setiap sudut jalan. Selain itu, kampanye KB juga digaungkan melalui panggung hiburan dan seni, seperti Gambang Kromong yang dipopulerkan Benyamin S dan Ida Royani, Mars Keluarga Berencana karya Muchtar Embut yang setiap hari diputar di RRI dan TVRI, hingga film berjudul Desa di Kaki Bukit diproduksi oleh PT Sri Agung Utama Film dan disutradari oleh Asrul Sani. Tak ketinggalan kampanye KB melalui pecahan uang Rp 5.00.
Keberhasilan program KB pemerintah selanjutnya mendapat penghargaan dari dunia internasional. Seoharto mendapat mendapat penghargaan “Global Statement Award” dari Population Institute, Amerika Serikat pada tahun 1988. Perlu diketahui bahwa penghargaan yang kemudian diberi nama “Soeharto Award” ini pertama kali diterima oleh Presiden Zimbabwe. Jadi Soeharto adalah orang kedua yang menerima penghargaan bernilai prestise tersebut. Satu tahun kemudian, tepatnya di tahun 1989, atas keberhasilan Program KB di Indonesia, Soeharto menerima penghargaan tertinggi di bidang kependudukan dan KB berupa “United Nations Population Award” dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Penghargaan ini langsung diberikan oleh Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat
Sumber:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014). Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
https://www.bkkbn.go.id/pages-sejarah-bkkbn-2012044806-352#:~:text=Organisasi%20keluarga%20berencana%20dimulai%20dari,Planned%20Parenthood%20Federation%20(IPPF). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2022.
https://tirto.id/sejarah-kb-dan-ide-dua-anak-cukup-dari-era-sukarno-sampai-soeharto-ecJj. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2022.
Penulis: Kurniawan Ivan Prasetyo