Informasi
Mohammad Hatta merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang terkenal dengan kecerdasannya. Tokoh yang kerap dipanggil Bung Hatta ini dikenal sebagai sosok yang mencintai buku. Buku adalah harta paling berharga bagi Bung Hatta. Bahkan Bung Hatta pernah marah kepada pihak Belanda karena bukunya belum dimuat ke dalam kapal yang akan membawanya ke pengasingan. Selain itu, beliau juga gemar menulis pemikirannya. Tulisan-tulisan ini banyak dimuat dalam berbagai koran dan surat kabar pada masa itu. Hal inilah yang semakin mempertajam intelejensia dan pemikiran dari seorang Bung Hatta.
Dari pemikirannya inilah Bung Hatta sangat menitikberatkan filsafat untuk diajarkan kepada generasi muda calon pemimpin bangsa. Bagi Bung Hatta, pelajaran filsafat penting sekali dalam meningkatkan kecerdasan berpikir, memperluas pandangan serta mempertajam pikiran. Hal itu diperlukan sebelum seseorang menguasai sebuah ilmu secara utuh dan lebih luas bidang ilmu lain.
Bung Hatta mendapatkan pendidikan barat dari sekolah-sekolah Belanda seperti HIS dan MULO. Di sekolah-sekolah Belanda ini beliau diajarkan filsafat barat. Pembelajaran filsafat ini kemudian berlanjut ketika beliau berkuliah di Negeri Belanda. Selain itu, beliau juga mempelajari filsafat secara otodidak dari buku-buku yang dibacanya.
Salah satu bukti Bung Hatta sangat erat dengan filsafat adalah tulisan beliau berjudul Alam Pikiran Yunani yang terbit pertama kali pada tahun 1941. Buku ini merupakan buku yang ditulisnya semasa beliau diasingkan di Boven Digul dan Banda Neira. Bung Hatta memaparkan pemikiran filsuf-filsuf masa Yunani Kuno yang diketahuinya ke dalam buku Alam Pikiran Yunani. Ketika dicetak untuk pertama kali, Alam Pikiran Yunani dibagi menjadi tiga jilid. Jilid pertama membahas paham filosofi sebelum Sokrates. Kemudian di jilid kedua berisi ajaran Sokrates, Plato dan Aristoteles. Terakhir di jilid ketiga berisi filosofi Grik yang telah berkembang.
Buku ini juga memegang peranan dalam kisah cinta Bung Hatta. Beliau berniat untuk memberikan buku Alam Pikiran Yunani ini sebagai maskawin pernikahannya dengan Ibu Rahmi Rachim. Hal ini tentu saja membuat orang tua Bung Hatta terkejut. Mak Gaek –sebutan Ibu Bung Hatta- merasa malu bila tidak ada perhiasan emas yang dijadikan maskawin. Namun, Bung Hatta tetap pada pendiriannya. Beliau tetap ingin agar Alam Pikiran Yunani menjadi maskawin pernikahannya. Bung Hatta memandang bahwa maskawin berupa buku hasil pemikirannya sendiri lebih berharga dari emas atau barang mewah apapun. Ibu Rahmi Rachim ternyata tidak mempermasalahkan dan senang menerima Alam Pikiran Yunani sebagai maskawin dari Bung Hatta. Kedua pasangan ini kemudian menikah pada 18 November 1945 di Megamendung, Bogor.
REFERENSI
Hatta, Mohammad. 1963. Alam Pikiran Junani. Jakarta: Tintamas.
Karim, Mulyawan (ed.). 2015. Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya. Jakarta: Kompas.
Muhibbuddin, Muhammad. 2019. Bung Hatta: Kisah Hidup dan Pemikiran Sang Arsitek Kemerdekaan. Yogyakarta: Araska.
Zed, Mestika, dkk. 2012. Cara Baik Bung Hatta. Padang: UNP Press.